Saturday 5 October 2013

Bagaimana saya bisa memilih?

Ketika saya ceritakan kegiatan saya saat ini, respon yang saya dapat dari orang-orang sekitar kebanyakan adalah "Yaampun Mi kuat ya kamu." "Ih hebat ya kamu Mi, bisa ngejalaninnya." Kata-kata pujian yang mereka lontarkan. Tapi sungguh, apa yang mereka katakan menjadi momok yang cukup besar untuk saya. Bukan, bukan mereka yang salah berkata, tapi lebih kepada mental saya yang belum siap menerimanya.

Menjalani pekerjaan yang lokasinya cukup jauh dari rumah dan menjalani perkuliahan bukan hal mudah untuk saya saat ini. Saya harus beradaptasi dengan dua kegiatan baru sekaligus. Berkejaran dengan waktu disetiap harinya. Sering sekali terbersit untuk memilih jalan pintas. Logika saya berkata, "Udahlah Mi, pilih aja salah satu. Engga bisa keduanya dijalani bersamaan." Namun hati saya berkata, "Ya Allah, I love my job, seeing those precious expressions of my students are totally priceless!" "Having a short chit chat with my friends in campus and listening to my all-time-favorite lecturers are also my biggest booster to stay awake in lecturing time." Bagaimana saya bisa memilih?

Orang tua dan dosen di kampus pun sempat menganjurkan saya untuk memenangkan perkuliahan. Tapi sungguh saya tidak mampu memilih dari keduanya. Keduanya adalah pilihan yang saya pilih. Saya sangat yakin Allah  pasti punya alasan yang amat kuat dibalik penuntunanNya dikedua hal ini. Air mata inipun sering sekali tiba-tiba tergenang ketika mengingat hal-hal yang Allah lancarkan disetiap harinya. Seperti perjalanan yang lancar ketika berangkat ke sekolah dan kampus, penundaan pengumpulan tugas, hingga kemampuan melakukan beberapa hal dalam hitungan menit. Hingga saat inipun sudah banyak hal yang saya anggap mengjadi hikmah dari kegiatan yang saya jalani.

Seringkali saya berkeluh kesah ditengah kegiatan yang saya jalani. Meski terdengar layaknya rintihan yang keras, tapi sungguh yang saya butuhkan hanya dorongan yang insyaa Allah membantu saya untuk tetap kuat. Meski sesungguhnya saya tau bahwa dorongan terkuat hanya ada pada diri saya sendiri.

Saya ingat perkataan teman saya yang selalu menginspirasi, Irvan, "kalo gue sih Mi, setuju lo ga resign. Allah aja akan menaikan derajat hambanya yang ingin menuntut ilmu." Implicitly, dengan berkuliah saja Allah akan menaikan derajat hambaNya, apalagi yang dibarengi dengan mencari ridhaa Allah dengan bekerja?
Teman saya Candra yang juga sangat menginspirasi berkata, "Subhanallah ya kita kerja sambil kuliah, entah jadi pribadi yang sekuat apa kita nanti." Kata-kata seperti inilah yang insyaa Allah menjadi pembangkit di kala semangat saya turun. Mungkin terlalu muluk menemukan perkataan-perkataan seperti ini setiap hari, tapi saya butuh orang-orang positif yang senantiasa memberikan saya energi untuk terus bangun.

Perhatian-perhatian dari teman-teman yang mungkin orang lain lihat sebagai hal kecil, namun sangat besar untuk saya. Terima kasih ya Chika yang menyempatkan kirim foto di tengah-tengah kegiatannya hanya untuk memberi saya semangat. Juga buat Rani dan Mutia yang sesekali menyempatkan untuk menanyakan kabar saya. Juga untuk Yuni dan Ka Nadia sebagia partner saya di sekolah yang senantiasa membantu saya :)
Untuk mama dan papa yang selalu, selalu, selalu, dan selalu memberi saya semangat. Berharap Allah akan memberikan waktu yang lebih lama untuk kita habiskan bersama. Amin.

Saya yakin, Allah akan senantiasa memberikan hal yang terbaik untuk saya. Selalu.
Badai pasti berlalu. Semua pasti ada jalannya karena kehendak dan ridhaa Allah.